Jenis-jenis Perkawinan di Bali
Pernikahan Adat Bali |
Umat Hindu di daerah lainnya
di Indonesia menempati posisi minoritas, walaupun ada beberapa daerah
lainnya di luar pulau Bali, namun posisi mereka tidak dalam satu etnis,
sehingga perkawinan Hindu di daerah tersebut tampak mendapat pengaruh dari
budaya setempat. Berdasarkan pengamatan sejak beberapa tahun terakhir terjadi
pergeseran utamanya dalam sistem atau jenis perkawinan, sedang acara ritual
(upacara agama Hindu) tidak begitu menampakkan perubahan. Sebelum tahun
1960-an, ketika baru beberapa tahun Indonesia merdeka, masih ditemukan sistem
perkawinan yang mendekati sistem perkawinan Raksasa dan Paiúaca seperti
diuraikan di atas.
Pada masa itu, walaupun tidak
banyak dapat ditemukan sistem perkawinan yang disebut ‘Mlagandang’, ‘Mrekunung’
dan ‘Mrekopong’, yakni perkawinan dengan memaksa mempelai perempuan, melarikan,
memperkosa, membuat mabuk dan tidak berdaya dan bahkan dengan ancaman akan
dibunuh oleh calon mempelai laki-laki bersama keluarganya. Setelah tahun 1960,
didukung pula pendidikan masyarakat yang semakin maju dan diikuti dengan
penegakkan hukum dan perundang-undangan, kasus-kasus semacam itu tidak tampak
lagi terjadi. Di Bali dikenali dengan tiga jenis atau sistem perkawinan, yaitu perkawinan
meminang (Mapadik/Ngidih), kawin selarian (Ngelayat atau Ngerorod) dan
perkawinan Nyentana atau Nyeburin. Berikut diuraikan masing-masing jenis
perkawinan tersebut:
- Mapadik/Ngidih adalah perkawinan meminang yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai laki-laki yang datang meminang ke rumah calon mempelai perempuan. Meminang dapat dilakukan bila telah ada kesepakatan antara kedua calon mempelai dan keduanya saling mencintai serta pelaksanaannya keluarga mempelai laki-laki diminta secara formal pada hari yang dianggap baik untuk meminang selanjutnya dilakukan upacara perkawinan (Saýskaravivàha) sesuai dengan ketentuan dalam agama Hindu. Kini perkawinan meminang ini merupakan hal yang umum dan lumrah dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat.
- Ngelayat/Ngerorod. Perkawinan selarian atau sering disingkat kawin lari dimaksudkan bahwa kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua mempelai perempuan. Di masa lalu keluarga-keluarga tertentu merasa lebih bermartabat bila menempuh perkawinan ini, karena bila meminang, terasa kehormatan keluarga laki-laki direndahkan, di samping dari segi pembiayaan perkawinan ini lebih sedikit menghabiskan biaya dibandingkan dengan perkawinan sistem meminang. Dewasa ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih ditutupi oleh kabut feodalisme.
- Nyentana/Nyeburin. Nyentana dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan Nyeburin. Kedua jenis perkawinan ini merupakan kebalikan dari sistem perkawinan yang umum, utamanya menyangkut status mempelai laki-laki. Dalam kedua jenis perkawinan ini, mempelai laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebaagai status mempelai perempuan utamanya menyangkut waris dan kewajiban memelihara pura keluarga mempelai perempuan. Dalam perkawinan Nyentana, keluarga mempelai perempuan meminang calon mempelai laki-laki, sedang dalam Nyeburin, mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan untuk mengikuti upacara perkawinan. Kedua jenis perkawinan di atas umum dilakukan di Kabupaten Tabanan, Bali walaupun di keluarga mempelai wanita terdapat saudara-saudaranya yang laki-laki sebagai pelanjut keturunan keluarga itu.
0 komentar:
Post a Comment